Malam telah turun dan kegelapan menyelimuti kota
ketika cahaya terpencar di bangunan2 kota
dan gubuk2, dan toko2. orang orang mengenakan busana pesta memenuhi jalan jalan
dan pada wajah mereka tampak tanda-tanda perayaan dan keriangan.
aku menghindari kerumunan orang yang sedang berteriak-teriak itu dan
berjalan sendirian merenungi orang itu yang memiliki kebesaran yang mereka
hormati, menekuri kecerdasan masanya yang dilahirkan dalam kemiskinan, hidup dengan saleh, dan wafat diatas tiang salip, lalu bangkit pada hari yang ketiga.
aku merenungi pesta kembang api yang bercahaya hebat di kota bersahaja di alun-alun tulungagung melalui jiwa suci itu. jiwa yang melayang-layang melintasi zaman, dan menembus peradaban melalui kebenaran-nya.
setibanya aku tiba di alun-alun itu, aku duduk disebuah bangku kasar dan mulai memperhatikan pepohonan telanjang kearah jalan yang disesaki orang-orang, kudengar hymne-hymne dan nyanyian orang-orang yang sedang berpesta.
setelah satu jam berfikir, aku melihat kesamping dan terkejut menemukan seorang laki-laki sedang duduk didekatku, memegang sebuah dahan pendek dan ia membuat goresan samar2 sebuah sosok di atas tanah.
aku terperanjat karena tidak menyadari keberadaannya, aku berkata dalam hati, ''ia terasing seperti aku''. setelah memendangnya lekat2, aku melihat bahwa kendatipun pakaiannya model lama dan rambutnya panjang, dia seorang manusia bermartabat, pantas diperhatikan.
sepertinya dia mengetahua apa yang aku pikirkan, karena dengan suara tenang dan mendalam dia berkata, ''selamat malam putraku.''
''selamat malam untuk anda'' (kubalas dengan penuh hormat).
dia mulai menggambar lagi sementara suaranya yang aneh nasih terngiang-ngiang di tekingaku.
aku berkata lagi kepadanya ''apakah anda seorang yang asing dikota ini ?''
''ya, aku orang yang asing di kota ini juga di kota atau desa lain''
(dia menjawab).
aku menghiburnya dan berkata ; ''seorang yang asing akan lupa bahwa dia adalah orang luar pada hari raya akhir tahun ini, karena ada keramahan dan kemurahan hati pada orang2 itu''.
dia membalasnya dengan lemah, ''aku lebih merasa asing pada hari ini ketimbang pada hari lain.''
setelah berkata demikian, matanya memandang kearah langit yang jernih, matanya menerawang bintang-gemintang dan bibirnya gemetar seolah dia telah menemukan di cakrawala sebuah citra dari sebuah negeri yang jauh.
pernyataan anehnya membangkitkan minatku, dan aku berkata, ''inilah saatnya ketika orang2 berlaku ramah kepada orang lain, yang kaya mengingat juga membantu si miskin dan yang kuat merasa kasihan pada yang lemah.''
ia membalas, ''ya, kemurahan hati yang sesaat dari si kaya kepada si miskin terasa getir, dan simpati dari yang kuat kepada yang lemah adalah sia2, hanya mengingatkan pada superioritas mereka.''
aku menegaskan, ''kata2 anda bermanfaat, tapi si miskin yang lemah tak mau tahu apa yang terjadi dalam hati si kaya, dan yang lapar tidak memikirkan dengan cara bagai mana roti yang mereka butuhkan itu diadon dan dibakar.''
dia membalas, ''seorang yang menerima memang tidak menginsafi, tapi seorang yang memberi menanggung beban dari peringatan dirinya sendiri bahwa itu memang dimaksudkan demi cinta persaudaraan, dan pertolongan yang bersahabat, bukan untuk pemuliaan diri.''
aku kagum akan kearifannya, dan mulai ligi memperhatikan penampilannya yang kuno dan pakaiannya yang nampak aneh.
lalu aku berkata dengan penuh perasaan, ''itu tandanya anda membutuhkan pertolongan, bersediakah anda menerima sedikit uang dariku?''
dengan seulas senyum sedih dia menjawabku, ''ya, aku memang sangat membutuhkan, tapi bukan emas atau perak.''
dengan bingung aku bertanya, ''apa yang sebenarnya anda butuhkan?''
''aku perlu tempat perlindungan, aku membutuhkan sebuah tempat dimana aku bisa menyandarkan kepalaku dan pikiran2ku.''
aku berkata ''terimalah delapan ribu ini dan pergilah ke warung untuk makan atau sekedar ngopi.'' kataku buru2 ingin pulang karena takut dimarahi papa.
dengan berduka dia menjawab, ''aku telah memasuki setiap warung, tapi tak seorang pun bersedia untuk menolongku dan aku telah mencoba setiap penginapan juga mengetuk semua pintu, tapi sia2. aku terluka, bukan lapar, aku merasa kecewa, bukan lelah, aku bukan mencari sebuah atap, tapi perlindungan dan kepercayaan manusia.''
aku membatin, ''siapakah orang asing ini. bicaranya seperti seorang pilosof sekaligus seorang yang aneh, atau bahkan adalah alien.