Translate

Sabtu, 17 Desember 2011

MAAFKAN AKU. . .

MAAFKAN AKU. . .

oleh Joko Bieber pada 16 Desember 2011 pukul 11:11
"kenyataan itu pahit...
kenyataan itu sangatlah pahit...
aku disudutkan kenyataan..."


----
Sepenggal kalimat dalam alunan lagu dari coklat seraya mengingatkanku kembali pada omelannya yang membuatku terpojok.
seolah aku tak percaya, namun kata-kata yang ia kirimkan via layanan pesan singkat handphone begitu dalam. masalah yg aku anggap sepele ternyata menyadarkanku akan ketidakberdayaanku untuk lepas dari pesonanya. Rini nama gadis itu. gadis yg hampir setahun bersamaku, menghiasi tiap langkahku dengan suka dan duka. baik namun kekanak-kanakan, pemaaf tapi tidak sabaran, cantik namun menyakitkan.

berawal dari kebiasaanku yg tak pernah teratur dalam tidur, membuat semua ini terjadi. tatkala mata dan pikiran sudah lepas dari kendali karena letih yg terlampau sangat, apa daya tidurpun jadi jalan satu-ratunya keinginan tubuhku.

tak sempat terlintas dalam pikirku bahwa saat itu adalah hari saptu dan jarum jam dinding menunjuk pada angka lima lebih 10 menit. yg sedikit menenangkanku, tak ada jadwal kencan yg harus aku laksanakan hari itu karena sudah jadi kebiasaannya tiap akhir pekan dia harus kerumah neneknya.
bisa ditebak, aku jadi minim dalam pengalaman ber'malam minggu'an. malam minggu pun lebih sering habis di hadapan warnet.

tidurku pun saat itu berjalan dengan sukses. sempurna tanpa gangguan. belum sempat tanganku membereskan selimut yg berserakan, mataku pun tertuju pada jam dinding. "ya ampun, sudah jam sembilan," pikirku.
tak ayal, handphone yg biasa jadi alat komunikasiku dengan pacarku saat malam minggupun langsung jadi sasaranku.
sesaat setelah kulihat handphoneku, muncul banyak sekali SMS masuk dan beberapa panggilan tak terjawab.
sialnya, semua hanya beratasnajakan satu orang. "My Soulmate" atau belahan jiwaku, begitu nama pacarku yg tersimpan di handphoneku.
"met sore... gi ngpain?"
"koq gak bls? kmn ja c? sbuk ta?"
"kmu kmna? keluar sama cewek lain ta?"
"mboh wes, km mang gak bisa d kasih hati, kita putus ja wez...!!"

begitulah serentetan kalimat singkat dengan kata-kata singkat pula yg ia kirimkan ke nomerku. tak ayal, sekujur tubuhku bagaikan tersengat aliran listrik jutaan volt.
apalagi jika melihat kalimat di pesannya yg terakhir, tatkala ia memutuskan tuk mengakhiri jalinan asmaraku dengannya.
akupun seakan ingin menyumpahi diriku sendiri, betapa bodohnya aku tak memberi tahu terlebih dahulu. ah, semuanya sudah terjadi. akupun harus berusaha tuk jelaskan dan memohon maaf padanya.

kalimat-kalimat permohonan maaf, beserta janji-janji tuk tidak mengulangi kesalahan yg tersusun bak kalimat mutiara pun segera meluncur. namun yg kudapatkan hanyalah umpatan-umpatannya, beserta penegasannya bahwa ia sudah tidak lagi ada hubungan denganku.
"mboh wez...!! kmu sdah keterlaluan. kita putus...!!!"

dalam sekejap tangankupun tergerak tuk menelponnya. 'ya ampun susah banget hidup sih. masalah belum selesai, operator kok nambah-nambahin masalah', ucap batinku saat susah menghubunginya.
namun saat panggilanku ke no.nya terhubung.
"sayang,...please...maafin aku..." ucapku memulai permintaan maaf.
"kamu dah nyakitin aku. aku dah nggak mau lagi sama kamu," jawabnya dengan nada tinggi..
"kenapa? aku kan cuma tidur, nggak kemana-mana...?" jelasku.
"bohong...!! lalu kenapa tadi nggak ngasih tau dulu?"
"aku capek...nggak kepikiran"
"memang kamu nggak pernah mikirin aku...? terserah kamu ngomong apa, kita putus!!" ucapnya sambil mengahiri pertengkaran.


malampun semakin larut, menemaniku bersama dinginnya angin malam yg bertiup dari selatan. petunjuk waktu di gital di hp yg dari tadi menempel di genggamanku menunjukan angka 00:15. sudah lewat tengah malam memang, namun mataku seolah tak mau kupejamkan meski tuk sesaat. meski ia sudah memproklamasikan keputusannya, aku tetap tak bisa melepasnya. yang terpikir hanyalah bagaimana caranya agar ia mau memaafkanku.

pikirku terus saja bergelayut bersama alunan lagu yg keluar dari speaker hp ku. terkadang kuambil sebagian dari lirik-lirik lagu yg kudengarkan, ku ubah dan ku kirimkan via sms ke no.gadis yg belum genap 24 jam memutuskan hubungan pacarannya denganku.

jika merujuk pada pengalaman yg telah kami alami berdua dan saran dari beberapa teman dekatku, memang lebih baik melepaskan dirinya. usia sudah 15 tahun, tapi masih kekanak-kanakan. tiap sms harus dibalas, tiap ada telepon harus diangkat. pergi ke warnet nggak boleh lebih dari jam 11 malam. 'aku nggak mau dimarahi dan aku nggak pernah salah'.
begitu salah satu ucapannya dari sekian banyak dogma yang ia tancapkan di otakku. dan yang masih belum bisa aku terima adalah penyebap ia memutuskan hubunganku. masa' gara-gara tidur nggak nemenin malam mingguan saja langsung di putus ?

cukup aneh memang, namun akupun seolah tak bisa lepas dari dirinya. dan aku anggap semua aturan yg ia ciptakan bagiku sebagai imbalan dari beberapa aturan yg juga aku terapkan padanya, juga atas sikapku yg terlalu over protective dan rasa cemburuku yang terlalu. nggak boleh dugem, jangan keluar malam, kemana-mana harus pamit, belum lagi jika ada beberapa 'no. asing' yang mencoba menghubungi no.handphonenya. "ya tolong dimaklumi saja, namanya punya pacar cakep," ucapku tiap temanku bertanya tentang aturanku dalam pacaran.

dalam perjalanan hidupku, ada satu kalimat yg benar-benar tertancap dalam otakku. ucapan dari wanita separuh baya yg melahirkanku ke dunia yg seolah menjadi salah satu hukum yg mutlak harus aku jalankan.
" jangan pernah sekali-kali kamu menyakiti hati seorang perempuan, apapun bentuknya." akupun menyadari karena memang tak ada satupun orang di dunia ini yang mau disakiti, terlebih aku juga punya seorang adik perempuan. meski terkadang secara tak sadar sebagai manusia biasa aku dengan sengaja ataupun tidak, pernah melanggarnya.


embun yg menetes membuyaskan lamunanku di teras depan rumah. tak terasa sudah jam lima pagi.
selama enam jam aku termenung memikirkan cara serta penjelasan apa yg harus aku berikan agar rini memaafkanku. dua ge5as kopi habis dalam semalam, namun kepalaku tak jua menemui titik terang.

sejenak aku meliham beberapa wanita setengah baya, bahkan ada yang sudah tua, melintas di jalan raya depan rumahku. dengan sigap mereka mengayuh sepeda pancal meski beban yg mereka bawa terlihat begitu berat untuk ukuran wanita seusia mereka. tiba-tiba muncullah sebuah ide. sedikit nekat tapi biarlah. aku pun menuju rumah nenek sang belahan hati. tanpa rencana, tanpa persiapan. hanya bermodalkan tekad dan harapan tuk memperoleh maaf.

30 jam perjalanan, 16 kilometer, sekali menambal ban, dan sebuah surat tilang dari polisi berhasil aku koleksi dalam perjalananku ini. setelah itu, aku sampai dengan perasaan gugup, aku coba memencet bel yang terletak di balik pagar besi rumah neneknya, serta memanggil-manggil rini.
selang lima menit. rini pun muncul dengan muka cemberut, namun ia tak dapat menyembunyikan rasa terkejutnya melihat kedatanganku, terlebih hari masih pagi.
kenapa kamu datang kesini? aku sudah nggak mau lagi ketemu kamu," ucapnya setelah mempersilahkan aku duduk.
"tolong ... maafkan aku... untuk segala kesalahan yg pernah aku perbuat..."
"percuma!! aku sudah muak padamu dan segala tingkah kamu yang sudah kelewatan."
"kelewatan gimana? kemarin aku cuma tidur. maaf jika aku nggak bisa menemani kamu. aku kemaren benar-benar capek," jelasku sambil meraih tangannya, namun di hempaskan begitu saja.
"aku mohon... maafkan aku...!"
"terserah kamu mau ngomong apa!" ucap nya sambil membelakangiku.
baiklah...! jika kamu memang sudah tidak sayang lagi untukku, setidaknya kamu mau memaafkan aku dengan memandangku, bukan dengan membelakangiku. tolong kabulkanlah permintaanku untuk kali ini saja, untuk orang yg pernah singgah di hatimu...," ucapku lirih.
sejenak hening tercipta. akupun sudah kehabisan akal untuk berkata-kata , apalagi merayunya. akupun tertunduk lesu. namun, beberapa saat kemudian rini membalikkan badannya dan memelukku erat. akupun hanya bisa terkejut dan bertanya-tanya apa maksud semua ini.
"iya, aku maafkan. tapi tolong jangan diulang lagi,"bisiknya pelan.
iya, aku janji..." perlahan ia melepaskan pelukannya dan tersenyum.
"kenapa kamu nggak bilang kalau mau kesin4?"
"kalau aku bilang dulu, tentu kamu akan melarangku.
akupun kesini juga tanpa rencana. hanya bermodalkan tekad dan harapan saja," jawabanku seraya meyakinkannya!"
"itu sih bukan tekad, tapi nekad namanya!"
"nggak apa-apa, asal kamu masih menerima aku dan memaafkan aku. aku semalam gak bisa tidur. dan aku merasa aku tidak bisa lagi hidup tanpa hadirmu di hidupku," ucapku sambil sedikit merayunya.
"halah gombal...!!!"
nggak apa-apa kok aku jadi iombalnya, asal kamu mau jadi super pell-nya."
hahahaha...."

tawapun kembali tercipta, menandai pulihnya hubungan yg belum genap sehari putus. dan ternyata usaha yg aku tempuh pun tak sia-sia. sebuah cerita asmara antara dua anak manusia pun kembali berjalan, mencoba menatap ke masa depan yg lebih baik. berbekal pengalaman sebagai pembelajaran hidup. atau mungkin sebagai cerita bagi anak cucu, yang mungkin pula hanya bahan lelucon belaka, atau bahkan buat aku tulis di catatan yg ada di fb aku.
selang beberapa menit muncul keherananku yg tak mampu terpendan. akupun tak kuasa untuk menanyakan.
"mm... ngomong-ngomong, kok kemarin marahnya sampai segitu sih?" tanyaku heran.
"kan aku sedang datang bulan. jadi wajar dong kalau mudah marah," jawabnya santai.
"wee... ihadalahh..."
"tapi kalau nggak begitu nggak main ke rumah, kan?"???



Tidak ada komentar:

Posting Komentar